Kamis, 14 Juli 2016

Minggu, 10 Juli 2016

Berbahagialah Lebih Dahulu, Biar Kutanggung Sisanya (Robekan Kertas) Oleh Nadya Melinda Putri





11 : 27 ⌛

Berbahagialah lebih dahulu..
Biar kutanggung sisanya.

Biarlah sekitarku hanya akan tahu, kita baik-baik saja. Dan tak harus tahu kita telah berjalan dengan ego masing-masing.

Biarlah, aku saja yang akan membunuh waktu. Mengubur kenangan, dan mendoakan semua yang terbaik akan terjadi padamu.

Biarlah, aku saja yang akan menguapkan janji-janjimu. Agar kamu tak perlu terbebani ketika memang harus pergi.

Biarlah, aku saja yang akan mengukir senyum palsu kepada malaikat. Agar mereka tak perlu mengutukimu ketika kamu melepaskan air mataku.

Berbahagialah lebih dahulu..
Biar kutanggung sisanya.

Biarlah, aku saja yang akan bersusah payah membakar robekan kertas cerita kita. Tak perlu mengotori tanganmu. Tak perlu menguras tenagamu.

Biarlah, aku saja yang akan menghapus rintik hujan pada jejak kaki yang kita tinggalkan.

Biarlah, kamu saja yang berbahagia lebih dahulu. Akan kutanggung sisanya 🍂



Sabtu, 09 Juli 2016


Credit Pict : Nadya Melinda Putri on Path 👧


Aku Sama (Catatan Kecil) Oleh Nadya Melinda Putri


Aku mencoba menjadi wanita yang paling tahu diri.
Aku selalu mencoba menjadi wanita yang paling bisa mengerti hatimu.
Wanita yang paling tak banyak menuntut, menerimamu sebagaimana mestinya.
Menemanimu sebagaimana bisanya.
Namun..
Mungkin kamu lupa
Mungkin kamu tak ingat
Atau,
Mungkin kamu tak mau tahu
Aku sama seperti kebanyakan wanita yang mungkin sudah lebih banyak kamu temui
Aku sama.
Aku juga ingin berbagi dunia denganmu
Mendengar lagu-lagu bersamamu
Pergi ke tempat-tempat ramai dan menggandeng tanganmu
Naik wahana-wahana ekstrim denganmu
Naik kereta, mobil, sepeda, berjalan disamping sepasang kakimu.
Membagi kopi ku, es krim ku, gulali ku denganmu.
Aku sama.
Aku juga ingin, merindukanmu sepanjang waktu.
Rela mengantuk demi satu pesan darimu.
Mau hujan-hujanan demi menemuimu.
Menunggumu menyelesaikan pekerjaanmu dan siap mendengar keluhanmu, ceritamu tentang hari ini.
Aku sama.


Kamis, 05 November 2015

Aku dan Seperti Kata Mereka Oleh Nadya Melinda Putri




Katanya, bukan kamu yang tak pernah peka. Tapi aku yang memaksamu untuk tahu, meski aku paham kamu tak ingin. Katanya, bukan kamu yang kejam, akulah yang merampok perhatianmu meski setengah mati kamu menahannya. Katanya, bukan kamu yang acuh, aku saja yang keterlaluan lalu ingin menunjukkan rasaku kepada hatimu. Meski kamu berulangkali menepis.
Aku terlalu berkehendak masuk kedalam hatimu, merangkak pada kehidupanmu. Dan tak pernah tahu diri, lalu berusaha pergi sebelum kamu tahu semuanya. Aku terlalu ambisius. Aku bukan sedang berjuang katanya, aku hanya sedang mimpi. Mimpi yang terlalu tinggi. Fatamorgana paling tak nyata yang sedang kucoba ciptakan demi apa yang kusebut kebahagiaan.
Tulisan-tulisan remeh berulangkali kutulis, agar kamu tahu. Barangkali kamu akan bersedia sedikit membaca hatiku. Setiap hari aku menulis, yang lama-kelamaan mereka bilang mengemis. Yang lama kelamaan mereka bilang aku mencoba meracuni semuanya dengan alasan cinta.
Padahal, setengah mati aku berusaha menahan, memperbaiki dan memupuk. Tapi, kata mereka aku bukan menanam harapan, melainkan menanam ilalang. Tak ada yang mau menyentuh ujung-ujungnya yang tajam bukan ?
Ketika aku utarakan sedikit yang mengganjal perutku kepada (lagi-lagi) mereka : “Bukankah penulis selalu punya hak untuk menentukan jalan dan akhir ceritanya ? bahkan menentukan watak dan nama tokohnya ?”
“Tetapi, bukan kamu penulisnya !” Lantang mereka membentakku.
“Kamu hanya tokoh bodoh, yang coba penulismu ciptakan”. 

Rabu, 07 Oktober 2015

Hujan Itu, Akhirnya Datang (Sebuah Puisi) Oleh Nadya Melinda Putri



Hujan itu datang, benar-benar ada
Semalam
Inderaku mencium aroma kering debu setahun menguap basah.
Begitu menggelitik namun menyejukkan
Ikan kesayanganku, berkelibat berisik senang
Mendengar rintik syahdu
Hujan itu datang, akhirnya luruh
Bunga mawar yang mati-matian kurawat kemarau ini, berkedip haru, menahan dingin sekaligus kelopak yang membuncah
Terlalu bahagia
Hujan itu datang, akhirnya jatuh
Bunga matahari, berseri tumbuh semangat baru
Menyesap setiap bulir air hujan yang memburu
Hampir mematahkan helai-helai daun hijau pucat itu
Hujan itu jatuh, akhirnya benar-benar jatuh
Meluluhkan patah hatiku, membentuk penyangga baru yang lebih kuat
Memberi kehidupan pada warna kopi penuh kepul panas, diujung jendela
Hembusnya terbangkan origami koyak yang menggantung di sisi gorden
Membentuk irama, yang membuat pena penuh ideku menari-nari indah
Menulis sajak tentang hujan
Menulis pantun tentang hujan
Dan menulis betapa aku selalu merindukan hujan ☔

Selasa, 22 September 2015

Bagiku, Ini Hanyalah Dongeng Nyinyir




Dilorong bernama galaksi bimasakti ini
Diputaran roda yang keropos ini
Aku masih disini
Mencari kesempatan
Mencari-cari peluang
Untuk apalagi ?
Hidup denganmu, tentu saja
Bernafas denganmu, sudah pasti
Tapi apa ? Tapi mana ?
Kesempatan itu bagiku hanya dongeng nyinyir
Tanpa akhir yang menjanjikan
Kesempatan itu bagiku hanya riak-riak munafik
Omong kosong tanpa tanggung jawab